Khamis, 6 Oktober 2011

Menitis Adab dalam Pendidikan

 

Demikian adab itu semakin  menipis dalam pendidikan ummah hari ini.  Raja Ali Haji, Ulama besar dan sasterawan dari Riau , dalam kitabnya,  Bustan al Katibin,  yang ditulisnya tahun 1850, menyatakan: “Jikalau beberapa pun bangsa jika tiada ilmu dan akal dan adab, ke bawah juga jatuhnya, yakni kehinaan juga diperolehnya.” 

Syekh Wan Ahmad al Fathani dari Pattani (1856-1908), dalam kitabnya Hadiqatul Azhar war Rayahin  berpesan   “ Jadikan olehmu akan yang sekedudukan engkau itu (majlis) perhimpunan ilmu yang engkau muthalaah akan dia supaya mengambil guna engkau daripada segala adab dan hikmah.”

 Perkataan adab, menurut Prof. Syed Naquib al Attas, memiliki arti yang sangat luas dan mendalam, sebab pada awalnya perkataan adab berarti undangan ke sebuah jamuan makan,yang di dalamnya sudah terkandung ide mengenai hubungan social yang baik dan mulia. Namun adab kemudian digunakan dalam konteks yang terbatas, seperti untuk sesuatu yang merujuk pada kajian kesusastraan dan etika profesional dan kemasyarakatan.  

Al Farabi juga mendefinisikan ta’dib sebagai aktivitas yang memproduksi suatu karakter yang bersumber dari sikap moral. Maka, sebenarnya, makna kedua istilah, ta’lim dan tarbiyah telah tercakup di dalam istilah ta’dib.  

Ibnul Mubarak menyatakan: “Kita lebih memerlukan adab daripada ilmu yang banyak.”

 Dalam Bidayatul Hidayah, Imam Al-Ghazali mengingatkan, orang yang mencari ilmu dengan niat yang salah, untuk mencari keuntungan duniawi dan pujian manusia, sama saja dengan menghancurkan agama.  

Ibnul Qayyim al-Jauziyah, murid terkemuka Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, juga menulis sebuah buku berjudul Al-Ilmu.  Beliau mengutip ungkapan Abu Darda’ r.a.  yang menyatakan: “Barangsiapa berpendapat bahwa pergi menuntut ilmu bukan merupakan jihad, sesungguhnya ia kurang akalnya.” 

 Abu Hatim bin Hibban juga meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah r.a., yang  pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa masuk ke masjidku ini untuk belajar kebaikan atau untuk mengajarkannya, maka ia laksana orang yang berjihad di jalan Allah.”

Karena begitu mulianya kedudukan ilmu dalam Islam, maka seorang yang beradab tidak akan mensia-siakan umurnya untuk menjauhi ilmu, atau mengejar ilmu yang tidak bermanfaat, atau salah niat dalam meraih ilmu.  
 Demikian kehidupan itu sangat dimuliakan apabila zahir  "orang yang pandai adalah orang yang pandai meraikan adab."

Tiada ulasan:

Catat Ulasan