Al-Auza’i berkata bahwa Ibnu Syihab Az-Zuhri menyatakan, “Berpegang teguh dengan sunnah adalah keselamatan. Sementara ilmu diangkat dengan cepat. Kekukuhan ilmu adalah keteguhan bagi agama dan dunia. Hilangnya ilmu adalah kehancuran bagi itu semua.” (Riwayat Ibnul Mubarak dalam Az-Zuhud 817, dan Ibnu ‘Abdil Bar dalam Al-Jami’ 1018)
Mu’adz bin Jabal berkata, “Pelajarilah ilmu syar’i karena mempelajarinya di jalan Allah adalah khasyyah, memperdalamnya adalah ibadah, mengulang-ulangnya adalah tasbih (memuji Allah), membahas (permasalahan-permasalahannya) adalah jihad, mengajarkannya kepada yang belum mengetahuinya adalah shadaqah, dengan ilmulah Allah diketahui dan disembah, dengannya Allah diesakan dalam tauhid, dan dengannya pula diketahui yang halal dan yang haram…” (Hilayatul Auliya karya Abu Nu’aim 1: 239, Al-Ajmi’ oleh Ibnu ‘Abdil Bar 1: 65)
Ali bin Abi Thalib berkata, “Ilmu membisikkan pemiliknya untuk diamalkan. Jika ia menjawab panggilan bisikan itu, maka ilmu akan tetap ada. Namun jika ia tidak menjawab panggilan itu, maka ilmu akan pergi.” (Iqtidhaul ‘Ilmil amal karya Al-Khathib: hal 41)
‘Abdullah bin Mas’ud dan Masruq pula berkata, “Cukuplah ilmu membuat seseorang takut kepada Allah, dan sebaliknya kebodohan menyebabkan seseorang lalai dari mengenal Allah.”
Ath-Thabari berkata, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah, menjaga diri dari adzab dengan menjalankan ketaatan kepada Allah hanyalah orang-orang yang berilmu. Mereka mengetahui bahwa Allah Maha Mampu melakukan segala sesuatu, maka mereka menghindar dari kemaksiatan yang akan menyebabkan murka dan adzab Allah…” (Lihat Tafsir Ath-Thabari QS Fathir; ayat: 28)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan